Jakarta — Aktivis nasional Ahmad Rama Efrizal mengecam keras tindakan perundungan (bullying) yang diduga menjadi penyebab meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud).
Tragedi ini, menurutnya, merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan Indonesia yang seharusnya menjadi ruang aman untuk menumbuhkan karakter dan akal sehat generasi muda.
Dalam keterangannya, Rama menegaskan bahwa para pelaku bullying tidak layak dipertahankan di ruang akademik, dan kampus harus memberikan sanksi tegas berupa pemberhentian studi permanen bagi mereka yang terbukti melakukan perundungan.
“Kita tidak bisa lagi memaklumi kekerasan sosial di kampus. Bullying bukan tradisi, bukan candaan, tapi kejahatan moral. Pelaku tidak pantas menyandang status mahasiswa,” tegas Ahmad Rama Efrizal, Sabtu (18/10/2025).
Kampus Harus Jadi Ruang Aman, Bukan Tempat Menanam Ketakutan
Rama menilai kasus Timothy membuka mata publik bahwa sebagian kampus di Indonesia masih gagal menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi mahasiswanya.
“Kampus harus jadi ruang pembelajaran dan empati, bukan tempat untuk menekan atau mempermalukan sesama mahasiswa,” ujarnya.
Ia menambahkan, budaya bullying di dunia akademik sering kali disamarkan sebagai bentuk “keakraban” atau “proses adaptasi,” padahal sesungguhnya merupakan bentuk kekerasan psikis yang dapat menghancurkan kepercayaan diri bahkan nyawa seseorang.
Desakan ke Pemerintah dan Kementerian Pendidikan
Sebagai aktivis nasional dan pemerhati pendidikan, Ahmad Rama Efrizal menyerukan agar Kementerian Pendidikan segera merumuskan kebijakan nasional anti-bullying yang tegas dan terukur.
“Sudah saatnya ada aturan nasional yang jelas. Setiap kampus dan sekolah wajib memiliki sistem pencegahan, mekanisme pelaporan anonim, serta sanksi berat bagi pelaku perundungan,” kata Rama.
Ia juga menekankan pentingnya sosialisasi besar-besaran mengenai dampak psikologis, sosial, dan hukum dari bullying, agar masyarakat dan pelajar memahami bahwa tindakan ini bukan perkara sepele.
Bangun Gerakan Nasional Anti-Bullying
Ahmad mendorong agar tragedi yang menimpa Timothy menjadi momentum bagi lahirnya gerakan nasional anti-bullying di Indonesia.
“Kita tidak boleh diam. Tragedi ini harus jadi pelajaran bersama bahwa nyawa seseorang tidak boleh hilang hanya karena kelalaian sosial dan lemahnya empati,” tegasnya.
Ia menyerukan agar seluruh pihak mulai dari kampus, organisasi mahasiswa, pemerintah, hingga masyarakat luas — bersatu menciptakan budaya saling menghargai dan menghentikan segala bentuk kekerasan sosial di dunia pendidikan.
Penegasan Moral
Menutup pernyataannya, Ahmad Rama Efrizal menegaskan kembali sikap moralnya:
“Tidak ada tempat bagi pelaku bullying di ruang akademik Indonesia. Dunia pendidikan harus dibersihkan dari perilaku tidak beradab. Kampus adalah taman ilmu, bukan tempat menanam ketakutan.”
Rama berharap agar penegakan hukum dan kebijakan kampus berjalan transparan, sekaligus menjadi momentum pembenahan sistem pendidikan yang lebih manusiawi, berempati, dan beradab.
